Di tengah denyut nadi kehidupan modern yang serba digital, ada sebuah institusi yang seringkali diasosiasikan dengan tradisi kokoh dan nilai-nilai luhur yang telah mengakar ribuan tahun: pesantren. Bagi banyak orang, pesantren adalah benteng pendidikan agama, tempat para santri mendalami kitab kuning dan ilmu syariat. Namun, gambaran tersebut kini mulai mengalami pergeseran yang menarik. Di banyak pesantren di seluruh Nusantara, gerbang digital perlahan terbuka, membawa angin segar revolusi belajar yang tak terduga.
Pesantren dan Era Digital: Sebuah Pertemuan Tak Terduga?
Beberapa tahun lalu, gagasan tentang teknologi canggih bersanding dengan kesederhanaan hidup pesantren mungkin terdengar seperti fiksi. Namun, realitas di lapangan berbicara lain. Para pengelola pesantren mulai menyadari bahwa memisahkan santri dari perkembangan teknologi bukanlah solusi, melainkan justru berpotensi menjadikan mereka tertinggal di era yang terus bergerak maju. Maka, dimulailah proses digitalisasi pesantren. Ini bukan sekadar memasang Wi-Fi atau menyediakan komputer, tetapi sebuah upaya sistematis untuk mengintegrasikan teknologi ke dalam ekosistem pendidikan pesantren.
Syair Kode: Lebih dari Sekadar Baris Perintah
Salah satu manifestasi paling menarik dari teknologi pendidikan pesantren ini adalah masuknya kurikulum yang mengajarkan tentang “syair kode” – yaitu, coding atau pemrograman. Jika santri terbiasa menghafal dan memahami syair-syair atau nadzam dalam kitab kuning, kini mereka juga belajar membaca dan menulis baris-baris perintah yang akan membentuk aplikasi, website, atau sistem digital.
Syair kode di pesantren bukanlah sekadar pelajaran teknis. Ia diajarkan sebagai bahasa baru untuk berkarya, untuk menyelesaikan masalah, dan untuk menyebarkan kebaikan di ruang digital. Logika pemrograman yang terstruktur sejalan dengan disiplin berpikir analitis yang sudah diajarkan dalam kajian kitab kuning. Santri belajar bahwa seperti memahami makna mendalam dari sebuah ayat atau hadis, memahami alur sebuah program juga memerlukan ketelitian, kesabaran, dan pemahaman konsep yang kuat. Ini adalah coding pesantren, sebuah adaptasi cerdas yang menggabungkan disiplin keilmuan tradisional dengan keterampilan masa depan.
Revolusi Belajar di Balik Layar
Adopsi teknologi digital, khususnya coding, memicu revolusi belajar pesantren. Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif, berbasis proyek, dan memicu kemampuan berpikir kritis. Santri tidak lagi hanya menjadi penerima ilmu secara pasif, tetapi didorong untuk menjadi kreator. Mereka belajar berkolaborasi dalam tim untuk membangun sebuah program, menguji cobanya, dan memperbaikinya – sebuah proses yang sangat relevan dengan dunia kerja dan kehidupan nyata.
Penggunaan platform digital untuk pembelajaran, akses ke perpustakaan digital yang luas, serta kemampuan untuk berpartisipasi dalam forum diskusi global juga turut memperkaya pengalaman belajar santri. Ilmu agama dapat didalami dengan bantuan aplikasi tafsir digital, sementara ilmu umum dan keterampilan teknis dikuasai melalui sumber-sumber daring yang tak terbatas.
Merajut Kurikulum Baru: Mengintegrasikan Tradisi dan Teknologi
Tantangan terbesar dalam transformasi pendidikan pesantren ini adalah bagaimana merajut kurikulum digital pesantren tanpa mengorbankan fondasi pendidikan agama dan akhlak yang menjadi ciri khas pesantren. Jawabannya terletak pada integrasi yang bijak. Teknologi bukan pengganti, melainkan alat pendukung.
Pelajaran coding misalnya, bisa diarahkan untuk membuat aplikasi edukasi Islam, platform donasi digital, atau website dakwah. Keterampilan desain grafis dan multimedia dapat digunakan untuk membuat konten dakwah yang menarik bagi audiens digital. Dengan demikian, teknologi menjadi sarana untuk mengamalkan ilmu agama dan berkontribusi pada masyarakat, bukan sekadar keterampilan yang berdiri sendiri. Tradisi dan modernitas berjalan beriringan, saling menguatkan.
Transformasi yang Menjanjikan
Upaya digitalisasi pesantren ini membuka peluang yang sangat menjanjikan. Para santri yang lulus tidak hanya dibekali dengan pemahaman agama yang mendalam dan akhlak mulia, tetapi juga keterampilan digital yang sangat dibutuhkan di pasar kerja global. Mereka siap menjadi agen perubahan yang mampu memanfaatkan teknologi untuk kemaslahatan umat.
Pesantren tidak lagi hanya mencetak ulama dan pendidik agama, tetapi juga calon-calon programmer, developer, digital marketer, atau content creator yang memiliki spiritualitas kuat dan etika Islami. Mereka adalah generasi baru yang fasih melantunkan ayat suci sekaligus menulis “syair kode”, siap menghadapi tantangan zaman dengan bekal keimanan dan kemajuan teknologi.
Membuka gerbang digital di jantung pesantren bukanlah akhir, melainkan awal dari sebuah babak baru. Ini adalah bukti bahwa tradisi yang kuat tidak harus anti-kemajuan, dan teknologi modern bisa menjadi sahabat dalam perjalanan menuntut ilmu dan berkhidmat kepada agama. Syair kode yang kini dipelajari di pesantren adalah melodi masa depan yang harmonis dengan lantunan ayat suci, menciptakan simfoni pendidikan yang relevan dan inspiratif. Semoga bermanfaat, Mator sakalangkong.
Oleh: Jazuli, S.Pd.