Lingkungan pesantren merupakan ekosistem pendidikan yang unik, dirancang untuk menciptakan suasana kondusif bagi santri dalam mendalami ilmu agama dan umum, serta membentuk karakter. Dalam ekosistem pembelajaran pesantren yang serba intensif, ditandai jadwal padat dan metode khas seperti sorogan[1], bandongan[2], serta hafalan yang menguras daya serap, ketajaman fokus dan konsentrasi adalah prasyarat mutlak bagi santri.
Salah satu momen yang ditunggu oleh santri adalah “kiriman pondok”, yakni kunjungan keluarga atau kerabat yang biasanya diiringi dengan pemberian bekal atau kebutuhan personal. Momen ini seharusnya menjadi sarana mempererat tali silaturahmi dan memberikan dukungan moral bagi santri. Bersamaan dengan kemajuan teknologi, kehadiran telepon genggam (HP) saat atau setelah kiriman pondok kini menjelma rintangan kompleks yang menggerus efektivitas studi para santri. Artikel ini bertujuan menganalisis dampak penggunaan telepon genggam (HP) yang terkait dengan momen kiriman pondok terhadap penurunan kualitas belajar santri.
Fenomena Penggunaan HP Saat dan Pasca Kiriman Pondok
Secara tradisional, komunikasi antara santri dan keluarga diatur ketat di banyak pesantren, seringkali hanya melalui surat atau telepon umum yang disediakan. Namun, dengan kemudahan akses dan kepemilikan telepon genggam (HP) oleh keluarga, fenomena ini mulai berubah. Saat kiriman pondok, tidak jarang santri diizinkan memegang atau bahkan menerima telepon genggam (HP) dari keluarga untuk sementara waktu, atau bahkan membawanya kembali ke asrama secara diam-diam atau dengan izin terbatas.
Penggunaan telepon genggam (HP) pada momen ini tidak hanya sebatas berkomunikasi langsung. Santri juga terpapar pada berbagai fitur lain seperti media sosial, permainan daring, hiburan digital, dan akses informasi yang luas di internet. Paparan ini, meskipun tampaknya sepele saat kunjungan, seringkali meninggalkan jejak yang signifikan dalam rutinitas harian santri setelah momen kiriman berakhir.
Mekanisme Penurunan Kualitas Belajar
Dampak negatif penggunaan telepon genggam (HP) terhadap kualitas belajar santri dapat dijelaskan melalui beberapa mekanisme:
- Distraksi[3] dan Hilangnya Fokus: Keberadaan telepon genggam (HP), baik saat dipegang maupun hanya ada di dekatnya, dapat menjadi sumber distraksi yang konstan. Pikiran santri mungkin teralih dari pelajaran yang sedang berlangsung untuk memikirkan notifikasi, pesan masuk, atau keinginan untuk mengakses konten hiburan. Fokus yang terpecah ini mengurangi kemampuan santri untuk menyerap materi pelajaran, berkonsentrasi saat muroja’ah (mengulang pelajaran), atau khusyuk saat ibadah.
- Pengurangan Waktu Belajar dan Istirahat: Waktu luang yang seharusnya digunakan untuk belajar mandiri, mengulang hafalan, atau beristirahat yang cukup seringkali tersita untuk menggunakan telepon genggam (HP). Bermain game, menjelajahi media sosial, atau menonton konten digital dapat menghabiskan waktu berjam-jam, mengurangi jam belajar efektif dan menyebabkan kurang tidur. Kurang tidur berdampak langsung pada daya konsentrasi dan memori keesokan harinya.
- Perubahan Prioritas dan Motivasi: Paparan terhadap gemerlap dunia luar melalui telepon genggam (HP) dapat menggeser prioritas santri. Kegiatan di pesantren yang menuntut ketekunan dan kesabaran mungkin terasa kurang menarik dibandingkan dengan hiburan instan yang ditawarkan telepon genggam (HP). Hal ini dapat menurunkan motivasi internal santri untuk belajar dan beribadah.
- Kecanduan dan Ketergantungan: Akses tak terbatas terhadap telepon genggam (HP) berpotensi menimbulkan kecanduan. Santri menjadi gelisah jika tidak dapat mengakses telepon genggam (HP), menarik diri dari interaksi sosial langsung dengan teman atau guru, dan menunjukkan penurunan minat pada kegiatan pesantren yang sebelumnya diminati. Kecanduan ini secara fundamental merusak disiplin diri yang merupakan pilar penting dalam pendidikan pesantren.
Dampak Spesifik terhadap Kualitas Belajar
Berdasarkan mekanisme di atas, penggunaan telepon genggam (HP) yang terkait dengan momen kiriman pondok seringkali berdampak pada penurunan kualitas belajar santri, yang dapat teramati melalui:
- Penurunan Prestasi Akademik: Nilai ujian, kemampuan menghafal, dan pemahaman terhadap materi pelajaran cenderung menurun. Santri menjadi kurang responsif di kelas dan kesulitan mengikuti ritme pembelajaran.
- Berkurangnya Konsentrasi: Santri terlihat melamun, kurang fokus saat guru menerangkan, dan sering mengulang kesalahan yang sama.
- Menurunnya Disiplin Belajar: Tugas dan pekerjaan rumah sering terlambat dikumpulkan atau dikerjakan asal-asalan. Waktu muroja’ah atau mengulang pelajaran menjadi tidak efektif.
- Gangguan dalam Kegiatan Berjamaah: Fokus santri bahkan bisa terganggu saat kegiatan ibadah atau kajian yang membutuhkan konsentrasi penuh.
Fenomena ini seringkali teramati dan dilaporkan oleh pengajar atau pengurus pesantren, serta menjadi topik diskusi yang relevan untuk penelitian lebih lanjut. Potensi hasil survei di lingkungan pesantren yang menghadapi isu serupa kemungkinan besar akan menunjukkan korelasi negatif antara intensitas penggunaan telepon genggam (HP) (terutama yang diakses secara tidak terkontrol setelah kiriman) dengan capaian akademik dan non-akademik santri.
Momen kiriman pondok merupakan jembatan penting antara santri dan keluarga. Namun, introduksi telepon genggam (HP) pada momen ini membawa tantangan signifikan terhadap ekosistem pembelajaran di pesantren. Analisis menunjukkan bahwa penggunaan telepon genggam (HP) yang tidak terkontrol dapat menjadi sumber distraksi utama, mengikis fokus, menyita waktu belajar dan istirahat, mengubah prioritas, dan bahkan berpotensi menimbulkan kecanduan. Dampak kumulatifnya adalah penurunan signifikan pada kualitas belajar santri.
*Artikel ini dibuat sebagai refleksi agar santri lebih fokus dalam belajar, mendapatkan ilmu yang barokah dan bermanfaat dan tidak di pengaruhi oleh HP yang sudah semakin canggih sehingga ketika pesantren tidak membatasinya maka santri akan tenggelam dalam uforia digitalisasi yang menyesatkan mereka. Mator sakalangkong.
Penulis: Jazuli
[1] Kata Sorogan berasal dari bahasa jawa “nyorog”, artinya menyodorkan kitab kepada kyai ataupun asistennya.
[2] Kata Bandongan berasal dari bahasa jawa , yang arinya pergi berbondong-bondong.
[3] Distraksi atau kecohan adalah proses mengalihkan perhatian individu atau kelompok dari pandang fokus yang diinginkan dan dengan demikian menghalangi atau mengurangi penerimaan informasi yang diinginkan